Rabu, 16 Desember 2009

Cara Kreatif Mengajak Anak Belajar Berhitung


Terlebih dulu, Anda bisa mengenalkan angka-angka. Yang paling mudah ambillah ponsel Anda, tekan angka-angka pada keypad. Ulangi lagi dan tekanlah dengan jari-jari anak Anda. Sembari menunjukkan angka secara berurutan, Anda pun bisa bercerita tentang kemiripan angka-angka itu dengan benda sekitar atau bentuk-bentuk binatang. Misalnya angka 2 mirip bebek, angka 1 mirip pensil, angka 4 mirip kursi terbalik, dan seterusnya.

Segudang tip kreatif lain untuk anak usia 4 – 6 tahun bisa Anda temukan dalam buku Cepat dan Mudah, Pintar Berhitung. Dalam buku yang penuh dengan gambar berwarna ini, Juliagar R.N.—penulis buku ini—menawarkan belajar berhitung dengan cara bercerita. Melalui tokoh Ruru, Cici, Mimi, Mumu, Toto, dan Bubu, buah hati Anda akan diajak berkelana bertemu angka-angka.

Buku ini dibuka ulah Cici si kelinci yang melompat riang menjejaki angka-angka. Namun, sayang masih banyak angka yang tertulis samar dan tugas anak Anda untuk menebak dan menebalkan angka-angka samar itu. Selanjutnya Cici yang suka makan wortel, juga ingin mengajak anak Anda mengucapkan dan menebalkan angka-angka di sisi gambar wortel. Sekadar catatan, fungsi menebalkan angka-angka ini akan merangsang saraf motoris halus tangan anak.

Bagaimana cara mengajak bermain dan berhitung gaya Mimi si kucing, Bubu si burung, Mumu si Sapi, dan teman-teman lainnya? Ajakan kreatif para tokoh hewan tersebut bisa disimak dalam buku Cepat dan Mudah, Pintar Berhitung. Lewat lembaran-lembaran bergambar dan berwarna terbitan mediakita ini, buah hati Anda terasa mudah dan menyenangkan dalam berhitung.

Kisah Pengusaha Sukses dengan Modal Seadanya

Nonton Kick Andy pada hari Minggu, 30 Maret 2008 di Metro TV kemarin, membuat aku tercengang. Pada episode ini, topik yang diangkat adalah mengenai kisah-kisah pengusaha sukses dengan berbekal modal seadanya. Sebagai tamu : pendiri dan pengusaha bisnis waralaba “Tela-Tela”, yang diwawancarai mengenai omsetnya sekitar (1-2 M/bulan) ck..ck.. kemudian pengusaha pakaian jadi “Ouval Research” yang masih sangat muda dgn omset diatas 1 M per bulannya, modal awalnya hanya Rp. 200.000,- itupun patungan dengan beberapa temen-temennya (salut bgt bro..plok…plok). Kemudian, pemilik jasa kurir/pengiriman paket “NCS”/”City Courier” dengan pendapatan per bulan yang fantastis. Di awal-awal usahanya sampai rela menjual cincin kawin milik istrinya. Terakhir, didatangkan bintang tamu wanita yang hebat yakni pengusaha perikanan dan sudah memiliki pesawat sebanyak 9 buah dan dalam waktu dekat jumlahnya akan menjadi 14 buah, yakni Susi Pudjiastuti dan pesawat-pesawatnya dinamai Susi Air. Tau modal pertama yang dia pakai buat merintis usaha perikanan tersebut, yakni hanya 150rb rupiah..ck..ck… dan lebih herannya, beliau pendidikan di tingkat SMA saja tidak tamat. Pengusaha satu ini memang lain dari bintang tamu yang dihadirkan disitu yang mayoritas pendidikan terakhirnya minimal Sarjana. (Maaf, tidak bermaksud memandang rendah tingkat pendidikan seseorang). Dengan keuletan dan kerja keras (yang pasti bekal kecerdasan yang sudah dibawa sejak lahir), mengantarkan istri seorang pria bule ini sukses.

Sungguh mereka semua adalah potret pengusaha yang pekerja keras, semangat tinggi, dan tak kenal menyerah. Patut untuk dijadikan contoh.

Dalam acara tersebut juga disertai komentar pakar dalam bidang bisnis yang berpendapat bahwa kunci kesuksesan mereka terletak pada deferensiasi pada usaha yang dijalankan serta target market yang pas dan tepat. Pengusaha-pengusaha tersebut mampu memberikan ’sesuatu’ yang unik yang mungkin tidak bisa diberikan oleh pengusaha dengan produk sejenis. Itulah yang menyebabkan mereka bisa eksis dan sukses sampai mencapai posisi sekarang.

Kiranya cerita-cerita semacam itu bisa memberi inspirasi, motivasi dan semangat untuk lebih berusaha karena hidup memang harus diperjuangkan. :)

Minggu, 25 Oktober 2009

Ganja Aceh, Upaya Mengganti dengan Komoditi Halal

Desa Leubok Puni Kecamatan Kuta Malaka Aceh Besar akhir Mei lalu jadi lain dari biasanya. Sekitar 1.500 orang dari
berbagai kalangan tumpah ruah ikut menyaksikan acara yang terbilang langka itu. Selain seremonial berupa sambutan
dari para pejabat, juga dilanjutkan gerakan penanaman berbagai pohon seperti mahoni, jati, rambutan, mangga dan lainlain
sebagai pengganti ganja pada lahan seluas 7 hektar yang sudah disiapkan.
Acara tersebut terlaksana berkat kerjasama Pemda NAD dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). Ikut hadir Wakil
Gubernur NAD Muhammad Nazar selaku ketua Badan Narkotika Provinsi (BNP) NAD, unsur Muspida, tokoh ulama dan
masyarakat. Wacana kegiatan memberantas ganja melalui program pemberdayaan masyarakat dengan tanaman
produktif dan ekonomis sudah lama muncul, sehingga mempersiapkan seremonial tersebut membutuhkan waktu lama,
mulai koodinasi berbagai instansi dalam hal ini Dinas Kehutanan, Pertanian, Sosial, Kepolisian dan lain-lain, sampai
persiapan di lapangan terutama membenahi jalan sejauh 3 km dari jalan negara Banda Aceh-Medan yang dilalui
kenderaan menuju tempat prosesi acara. Menurut Bupati Aceh Besar Tgk. Bukhari Daud, lahan milik masyarakat yang
disiapkan sebagai percontohan seluas 7 hektar itu dalam beberapa tahun mendatang diharapkan masyarakat wilayah
tersebut tidak bergantung lagi pada tanaman “haram”. Program yang dikemas dengan Alternative
Development (AD) tersebut sebagai upaya pemberantasan narkoba dan ketergantungan warga untuk menanam ganja.
Sementara itu Wakil Gubernur Muhammad Nazar yang juga ketua BNP Aceh mengatakan bahwa selama ini ganja bisa
tumbuh sendiri di hutan-hutan atau sengaja ditanam dan dirawat. Dijelaskan selama ini ganja tidak hanya
disalahgunakan oleh orang-orang kota, tetapi juga masyarakat pedesaan. Kasus narkoba di Aceh meningkat dari tahun
ke tahun. Kalau tahun 2006 hanya 101 kasus, namun tahun 2007 meningkat tajam menjadi 600 kasus. Anehnya
pemakai narkoba tidak saja kaum laki-laki, ternyata juga kaum perempuan. Oleh karena itu Wagub berharap kepada
seluruh komponen masyarakat Aceh agar bersatu padu memberantas penyalahgunaan narkoba, termasuk para khatib
untuk menyisipkan materi khutbah dengan bahaya narkoba, dengan satu persepsi untuk “mengharamkan”
ganja.Alternative Development atau pembangunan alternatif adalah suatu upaya untuk mencegah dan memusnahkan
penanaman tanaman-tanaman yang mengandung narkotika melalui kebijakan pembangunan yang dirancang khusus
dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Efek Negatif Secara statistik, akibat buruk terhadap paru-paru dari setiap
linting ganja dihisap setara dengan merokok antara dua setengah hingga lima batang tanpa henti. Beasley
memperkirakan ganja merusak paru-paru karena diisap sedalam-dalamnya tanpa saringan, sehingga asap sampai di
paru-paru dalam keadaan lebih panas dari pada rokok. Selain itu, pemakai ganja mengisap dalam-dalam dan menahan
napas agar lebih teler. Bahkan, mereka sebisa mungkin menahan asap ganja supaya tak keluar lagi, baik lewat mulut
maupun hidung. Nah, di situlah persoalannya. Kita memang harus melihat secara jeli penelitian di Selandia Baru yang
dirilis Thorax tersebut. Riset itu hanya berlaku tentang pengaruh terhadap paru-paru bukan kepada syaraf manusia. Bagi
mereka yang pernah menghisap ganja dan rokok, jelas perbedaan antara keduanya. Rokok tak pernah mampu
membuat penghisapnya memiliki daya khayal tinggi seperti ketika mereka menikmati ganja. Selain itu, ganja
memberikan efek tenang. Tak heran, ganja sering dijadikan 'peredam' oleh kelompok anak muda yang telah mabuk
karena minuman keras. Efek minuman keras sering membuat daya fikir orang tak berfungsi sebagai mana mestinya,
sehingga ada kecenderungan orang yang mabuk menjadi lepas kendali dan gampang marah. Nah, ganja bisa berfungsi
sebagai 'peredam' karena hanya beberapa hisap ganja saja sudah mampu membuat orang menjadi tenang dan damai
terbuai halusinasi mereka. Bagi penggemarnya, ganja sebenarnya tak hanya memberi efek menyenangkan seperti itu.
Kalau orang tak pandai-pandai mengelola efek dari ganja, salah-salah malah rasa ketakutan yang berlebihan yang
muncul. Efek ketakutan yang dihasilkan oleh ganja pada dasarnya hampir sama dengan yang ditimbulkan ketika orang
terpengaruh narkotika semacam ekstasi, shabu-shabu atau kokain. Gejala itu, dalam bahasa anak muda sekarang
disebut parno, yang konon merupakan kata lain dari paranoid. Sudah Lama DikenalTumbuhan ganja telah dikenal
manusia sejak lama dan digunakan sebagai bahan pembuat kantung karena serat yang dihasilkannya kuat. Biji ganja
juga digunakan sebagai sumber minyak. Namun demikian, karena ganja juga dikenal sebagai sumber narkotika dan
kegunaan ini lebih bernilai ekonomi, orang lebih banyak menanam untuk hal ini dan di banyak tempat justru
disalahgunakan. Bagi masyarakat Aceh, ganja sudah lama dikenal dan konon dimanfaatkan untuk penyedap masakan.
Malah sampai sekarang rumah makan tertentu disinyalir membubuhkan biji ganja dalam masakan kari kambing. Luasnya
penggunaan baik diam-diam maupun terang-terangan, membuat Aceh nyaris identik dengan daerah produsen ganja.
Kalau orang Aceh mengikuti seminar atau pertemuan di Jakarta, pasti ada saja yang usil menanyakan ”ada bawa
ganja?”. Demikian pula kalau ada berita nasional tentang penangkapan ganja di provinsi lain, kerap ujungujungnya
pasti berasal dari Aceh. Di sejumlah negara, penanaman ganja sepenuhnya dilarang. Di beberapa negara lain,
penanaman ganja diperbolehkan untuk kepentingan pemanfaatan seratnya. Syaratnya adalah varietas yang ditanam
harus mengandung bahan narkotika yang sangat rendah atau tidak ada sama sekali. Tingginya harga jual ganja sering
membuat banyak orang lupa terhadap sanksi hukum. Bayangkan berapa banyak yang tertangkap dan dihukum berat,
toh tidak pernah membuat jera dan menyadarkan pelaku lain. Akibatnya areal penanaman ganja di Aceh bertambah tiap
tahun. Aceh diisukan sebagai ladang ganja terbesar di Asia Tenggara selain Thailand. Kabupaten Aceh Besar dan
Bireuen disinyalir mempunyai ladang ganja terbesar di Aceh. Dalam sekali operasi, daerah ini ditemukan ganja seluas 20
– 90 ha. Dalam 1 hektar mengasilkan sekitar 100 kg ganja dengan harga Rp 200.000 – 700.000,-/ kg,
bahkan kalau eceran mencapai Rp 3,5 juta/ kg. Dalam setahun bisa tiga kali panen, sehingga omzet dari ganja bisa
mencapai Rp 1,05 triliun. Perlu Kesamaan PersepsiKita tetap memberi dukungan terhadap upaya pemerintah dengan
program Alternative Development, artinya dalam masa 15 tahun mendatang, Aceh bisa bebas ganja, dan masyarakat
punya alternatif usaha lain yang juga menguntungkan. Ini tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Ibarat selama ini orang sudah terbiasa naik mobil ilegal, lalu tiba-tiba ditawarkan sepeda motor. Pasti orang senang naik mobil butut
ketimbang sepeda motor. Artinya memberi alternatif kepada masyarakat tentu saja yang realistik dan meyakinkan. Tidak
sekedar seremonial, lalu kemudian hilang tak berlanjut dengan gerakan-gerakan yang telah diagendakan. Kita khawatir,
kalau proram ini masih belum terkoordinasi dengan baik di lapangan, maka masyarakat kembali akan menanam ganja
sebagai jalan pintas meski beresiko besar. Apalagi usaha yang bertentangan dengan hukum ini ikut bermain oknum
tertentu di belakangnya. Program AD telah sukses dilaksanakan di berbagai negara seperti Thailand. Keberhasilan itu
tidak terlepas kerja keras dan dukungan setiap komponen masyarakat. Agar ganja Aceh bisa hilang secara perlahanlahan
dan tidak ditanam lagi oleh masyarakat, maka perlu kesamaan persepsi antar berbagai komponen, mulai
pemerintah, ulama, lembaga pendidikan dan masyarakat. Yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat yang
selama ini bergantung hidup dari ganja dapat diyakinkan dengan usaha lain yang lebih bermartabat. Jika mereka
diberikan kegiatan di bidang usaha pertanian maka pada tahun pertama dan kedua pemerintah menyediakan sarana
dan prasarana yang diperlukan seperti bibit, pupuk dan obat-obatan. Jenis tanaman yang diusahakan pun selain
tanaman keras, juga ada palawija atau tanaman semusim, sehingga dalam kurun waktu tiga bulan sudah dapat dinikmati
hasilnya sembari menunggu hasil tanaman keras yang relatif lama sekitar 4-5 tahun. Pengalaman sebelumnya, banyak
program pemerintah yang digulirkan dengan dalih pengentasan kemiskinan, akhirnya gagal karena tidak jeli melihat
permasalahan di lapangan termasuk mengikutsertakan masyarakat sebagai subjek. Semoga program Alternative
Development di Kecamatan Kuta Malaka ini mampu menjadi pilot project bagi daerah basis ganja lain di Aceh.

Website BPTP NAD
http://nad.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=53&Itemid=1